Siang sepulang sekolah, Yemima melewati depan pastoran. Karena terlihat sepi, Yemima masuk halaman dan memanjat pohonn jeruk yang buahnya lebat mengoda. Tak disangka Pastor Piet tiba-tiba muncul di halaman, melihat Yemima berada di atas pohon, Pastor Piet berjalan mendekat. Yemima gemetar ketakutan diatas pohon.
“Yemima, bikin apa disitu…turun sudah.”, kata Pastor Piet dengan suara keras.
Dan Yemima beringsut turun pelan-pelan sambil membayangkan bakal dijewer oleh Pastor Piet. Namun setelah sampai dibawah dilihatnya Pastor Piet justru merogoh kantong celana.
“Ini, bilang kau pu mama untuk antar beli celana di pasar”, kata Pastor Piet sambil memberi sejumlah uang pada Yemima. Dan setelah itu Yemima langsung cakar, lari pulang ke rumah.
“Mama..mama..mama…”, teriak Yemima sebelum masuk pintu rumah.
Dengan tergopoh-gopoh mamanya keluar. “Apa kau ini..teriak-teriak macam di tengah hutan sa. Bikin kaget mama saja”.
“Pastor Piet, kasih sa uang ma”, kata Yemima riang.
“Ah, jangan dusta ko. Kau curi dari mana uang itu”, kata Mama Yemima menyelidik.
“Tidak Ma, betul ini dari Pastor Piet, tadi sa naik pohon jeruk di depan pastoran, Pastor Piet liat dari bawah, lalu suruh sa turun dan kasih uang, katanya bilang Mama untuk antar saya ke pasar beli celana”, kata Yemima menceritakan kejadian sesungguhnya.
“Woy..kau sekolah tara pakai celana kah?. Jadi pastor dapat lihat. Kau ini”, kata Mama Yemima sambil geleng-geleng kepala.
Mendengar cerita Yemima, Mama mulai atur rencana. Kalau Yemima saja dikasih uang lumayan apalagi Mamanya. Sore-sore Mama Yemima pergi ke pastoran dan mulai memanjat pohon jeruk yang tadi dipanjat Yemima. Ketika sampai diatas, Mama Yemima menguncang-nguncang pohon agar menimbulkan bunyi untuk memancing pastor Piet keluar. Dan betul Pastor keluar dan segera berjalan menuju pohon jeruk.
“Ah, tadi anaknya, sekarang Mamanya. Cepat kau turun nanti patah itu pohon”, ujar Pastor memperingatkan Mama Yemima. Dan Mama Yemima segera turun, matanya menjeling ketika melihat pastor merogoh kantong celana.
“Mama, ini uang, kau beli silet di warung situ dan cukur kau punya hutan yang lebat itu”.
“Yemima, bikin apa disitu…turun sudah.”, kata Pastor Piet dengan suara keras.
Dan Yemima beringsut turun pelan-pelan sambil membayangkan bakal dijewer oleh Pastor Piet. Namun setelah sampai dibawah dilihatnya Pastor Piet justru merogoh kantong celana.
“Ini, bilang kau pu mama untuk antar beli celana di pasar”, kata Pastor Piet sambil memberi sejumlah uang pada Yemima. Dan setelah itu Yemima langsung cakar, lari pulang ke rumah.
“Mama..mama..mama…”, teriak Yemima sebelum masuk pintu rumah.
Dengan tergopoh-gopoh mamanya keluar. “Apa kau ini..teriak-teriak macam di tengah hutan sa. Bikin kaget mama saja”.
“Pastor Piet, kasih sa uang ma”, kata Yemima riang.
“Ah, jangan dusta ko. Kau curi dari mana uang itu”, kata Mama Yemima menyelidik.
“Tidak Ma, betul ini dari Pastor Piet, tadi sa naik pohon jeruk di depan pastoran, Pastor Piet liat dari bawah, lalu suruh sa turun dan kasih uang, katanya bilang Mama untuk antar saya ke pasar beli celana”, kata Yemima menceritakan kejadian sesungguhnya.
“Woy..kau sekolah tara pakai celana kah?. Jadi pastor dapat lihat. Kau ini”, kata Mama Yemima sambil geleng-geleng kepala.
Mendengar cerita Yemima, Mama mulai atur rencana. Kalau Yemima saja dikasih uang lumayan apalagi Mamanya. Sore-sore Mama Yemima pergi ke pastoran dan mulai memanjat pohon jeruk yang tadi dipanjat Yemima. Ketika sampai diatas, Mama Yemima menguncang-nguncang pohon agar menimbulkan bunyi untuk memancing pastor Piet keluar. Dan betul Pastor keluar dan segera berjalan menuju pohon jeruk.
“Ah, tadi anaknya, sekarang Mamanya. Cepat kau turun nanti patah itu pohon”, ujar Pastor memperingatkan Mama Yemima. Dan Mama Yemima segera turun, matanya menjeling ketika melihat pastor merogoh kantong celana.
“Mama, ini uang, kau beli silet di warung situ dan cukur kau punya hutan yang lebat itu”.